Sabtu, 03 November 2012

Bulan Muharram


BULAN MUHARRAM
Bulan muharram adalah permulaan bulan dalam Kalender hijriyah. Tentunya, dalam bulan ini terkandung beberapa keutamaan. Diantaranya adalah:
Salah satu bulan yang diharamkan Allah
Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dan hadits rasulullah SAW:
“Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36)
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bulan larangan disini artinya bulan dilarang untuk berbuat keji seperti berperang datau mengusir seseorang dari kampong halamanya. Kata Muharram artinya “dilarang”. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya.
Bulan Allah
Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai “syahrullah” (Bulan Allah). Ibadah pada bulan ini akan dilipatgandakan pahalanya dan sebalikya, barang siapa berbuat maksiat, maka dosanyapun akan dilipatgandakan. Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW, dalam sebuah hadis. Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan khusus karena disandingkan dengan lafdzul Jalalah (lafadz Allah). Dan kata apa saja yang disandingkan dengan lafdzul jalalah memiliki kemuliaan. Sehingga, bulan muharam adalah salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah ta’ala.
Rasulullah bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bula Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (H.R.Muslim)
Disunnahkan berpuasa ‘Asyuro
Di bulan Muharram ini terdapat sebuah hari yang dikenal dengan istilah Yaumul ‘Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan ini. Asyuro berasal dari kata Asyarah yang berarti sepuluh.  Pada hari Asyuro ini, terdapat sebuah sunah yang diajarkan Rasulullah saw. kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro. Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut, diantaranya :
Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, Rasulullah saw, bersabda :  “ Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abbas ra berkata :  “Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Abul-Laits Asssamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas r.a berkata: Nabi SAW. bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa pada hari Assyuuraa’ yakni 10 Muharram, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala 10,000 malaikat; dan barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa’, maka akan diberikan pahala 10, 000 orang Haji dan Umrah, dan 10, 000 orang mati syahid; dan siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Assyuuraa’, maka Allah akan menaikkan dengan rambut satu darjat. Dan barangsiapa yang memberi buka puasa orang mukmin yang berpuasa pada hari Assyuuraa’, maka seolah-olah memberi buka puasa semua umat Muhammad SAW. dan mengenyangkan perut mereka”.
Tonggak sejarah Islam
Penghitungan bulan hijriyah dimulai dengan bulan muharram dimana Rasulullah SAW berhijrah menuju Madinah, atau dulu dikenal dengan sebutan yatsrib. Ini bertepatan pada hari Jumat 16 Juli 622 Masehi – Usia Rasul saat itu sekitar 53 tahun. Rasulullah hijrah ke Madinah disebabkan sengitnya perlawanan dan siksaan kaum kafir Quraisy kepada nabi dan para sahabat. Sebelumnya, sebagian besar kaum muslimin sudah hijrah terlebih dahulu dan tidak mendapatkan rintangan dari kaum kafir – kelak mereka disebut kaum Muhajirin, yaitu kaum yang hijrah. Di dalam rombongan itu tedapat Umar bin Khatab r.a., yang dengan lantang dan gagahnya berkata, “Ini Umar hendak hijrah, siapa yang ingin istrinya menjanda dan anaknya yatim karena ingin menghalangi Umar silakan maju!”
Hijrahnya nabi ke madinah menjadi momentum di mana umat Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang berdaulat, diakui keberadaannya secara hukum international. Sejak peristiwa hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya pemerintahan resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Sejak itu hukum Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar tanpa dasar hukum. Dan sejak itulah hukum qishash dan hudud seperti memotong tangan pencuri, merajam/mencambuk pezina, menyalib pembuat huru-hara dan sebagainya mulai berlaku. Dan sejak itulah umat Islam bisa duduk sejajar dengan negara/kerajaan lain dalam percaturan dunia international.
Bulan Yatim
Selain keutamaan demi keutamaan yang telah disebutkan di atas, mungkin disebagian masyarakat lazim dan mengenal istilah bulannya yatim, yaitu menyelenggarakan sebuah acara dimana mereka memberikan santunan kepada para anak yatim di hari yang telah ditentukan dalam setiap tahun baru muharram, yaitu antara 9 dan 10 Muharram setiap tahunnya. Ada kesan lain yang patut disoroti dari perayaan tahun baru anak yatim diwajibkannya untuk memuliakan anak yatim, menanggung kehidupannya, menyayanginya, dan segala amal kebaikan yang menyenangi anak Yatim maka ia akan mendapatkan ganjaran seperti dalam hadist sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhari dari jalan Abu Hurairah, dimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “ Orang yang menanggung anak yatim baik anak yatim itu ada hubungan famili maupun tidak, maka saya dan orang yang menanggungnya seperti dua jari ini di dalam surga.”, Malik bin Anas perawi hadist itu mengatakan, Rasulullah memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah. Terhadap anak yatim pula kita sebagai muslim dilarang menghardiknya (QS. Adh Dhuha (93) : 9), dan dalil-dalil lainnya yang memiliki kaitannya dengan muamalah terhadap anak yatim.
Keutamaan Bulan Muharram
KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM
Bulan Muharram telah tiba. Bulan ini dalam perhitungan tahun Islam, tahun Hijriyah memiliki kedudukan yang sangat terhormat dan disucikan. Dengan melihat namanya saja kita bisa mengetahui bahwa bulan ini adalah bulan suci. Muharram, yang berarti disucikan dan dimuliakan. Dinamakan demikian sebagai penegasan akan kesucian dan kemulian bulan ini. Dan secara syara’, bulan ini termasuk bulan suci yang empat, sebagaimana firman Allah.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ .. (التوبة:36)

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, (at-Taubah:36)

Di dalam hadis Abu Bakrah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Rasulullah saw menjelaskan secara terperinci nama-nama bulan yang disuci tersebut

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Satu tahun ada 12 bulan, empat bulan di antaranya adalah bulan suci, tiga bulan (suci tersebut) berturut-turut yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram, dan Rajab .. yang terletak antara Jumada (Tsaniyah) dengan Sya’ban (HR al-Bukhari)

Pada bulan-bulan suci ini kaum muslimin ditekankan untuk menjauhi berbagai pelanggaran. Peringatan Allah tersebut bisa kita baca pada surat at-Taubah ayat 36 di atas. Jika seseorang melakukan pelanggaran pada bulan ini, maka dosanya lebih besar dari pada ketika dilakukan pada bulan-bulan yang lain.

Ibnu Abbas menjelaskan firman Allah, “maka janganlah kalian menganiaya diri kalian pada bulan yang empat itu..” larangan berbuat dhalim itu berlaku secara umum pada setiap waktu dan setiap bulan. Lalu Allah mengkhususkan empat bulan yang disucikan, sebab bulan-bulan itu telah disucikan dan diagungkan. Maka Allah menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan tersebut lebih besar, dan pahala yang dilakukan pada bulan itu pun lebih besar.

Qatadah ad-Di’amah as-Sadusi, murid Ibnu Mas’ud menjelaskan firman Allah tersebut, “Sesungguhnya kedhaliman pada bulan haram adalah kesalahan dan dosa yang lebih besar daripada kedhaliman yang dilakukan pada bulan-bulan yang lainnya. Meskipun kedhaliman itu secara umum adalah dosa besar, tetapi Allah membesarkan suatu urusan sesuai dengan kehendakNya. (Tafsir Ibnu Katsir)

Berkaitan dengan keutamaan bulan Muharram inilah, maka Rasulullah mengajarkan kepada ummat Islam agar memperbanyak melakukan puasa sunnah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ .

Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda; Puasa yang paling utama setelah bulan Ramadlan adalah puasa di bulam Allah Muharram (HR Muslim)

Rasulullah menyandarkan bulan mharram ini dengan kata Allah, “bulan Allah” untuk menegaskan keutamaan dan kesuciannya. Al-Qari mengatakan, secara dhahir hadis tersebut bisa difahami bahwa keseluruhan bulan muharram adalah suci. Tetapi Rasulullah tidak pernah berpuasa pada bulan ini secara utuh, 30 hari. Rasulullah selalu berpuasa satu bulan penuh hanya pada bulan Ramadlan. Maka hadis ini bisa difahami sebagai dorongan kepada ummat Islam untuk memperbanyak ibadah puasa pada bulan Muharam ini. Bahkan ada hadis-hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah yang paling sering berpasa sebulan penuh di luar bulan Ramadlan, adalah pada bulan Sya’ban. Dari sini bisa diperkirakan, turunnya wahyu kepada beliau tentang keutamaan bulan Muharram terjadi pada akhir masa hidup beliau (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim)

Dalam persoalan ini, keutamaan sesuatu, baik waktu maupun tempat adalah sebuah ketentuan dari Allah yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia. Al-‘Izzu bin Abdus salam rh berkata, Pengutamaan tempat dan waktu terbagi menjadi dua macam, Pertama berdasarkan atas pertimbangan duniawi. Kedua dengan pertimbangan keagamaan. Pengutamaan yang didasarkan atas pertimbangan keagamaan mengacu pada adanya ketentuan dari Allah, seperti melipatgandakan pahala seorang yang melakukan amal shaleh. Sebagai contoh adalah keutaman bulan Ramadlan, didasarkan atas adanya riwayat yang menjelaskan bahwa berpuasa pada bulan ramadlan itu lebih utama dari puasa pada bulan-bulan yang lain. Demikian juga keutamaan puasa Asyura. Jadi, keutamaan sesuatu mengacu kepada kebaikan yang dibukakan oleh Allah bagi hamba-hambaNya (Qawa’id al-Ahkam I :38)

Asyura dalam lintasan sejarah

Tanggal sepuluh bulan Muharram biasa disebut dengan nama Asyura. Kata Asyura berasal dari kata ‘Asyara yang berarti sepuluh.

Sejarah bangsa Arab sebelum Islam telah biasa menghormati bulan Muharram, dan lebih khusus lagi tanggal yang ke sepuluh. Kaum Jahiliah dalam menghormati hari Asyura ini pun juga melaksanakan puasa, sebagaimana disebutkan bahwa Aisyah telah meriwayatkan sebuah berita,

إن أهل الجاهلية كانوا يصومونه

Dari Aisyah ra, ia berkata, sesungguhnya kaum jahiliyah dahulu melaksanakan puasa pada hari Asyura

Bahkan sebelum diwajibkannya puasa pada bulan Ramadlan telah disebutkan di dalam beberapa riwayat bahwa Rasulullah saw telah biasa melakukan puasa Asyura.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانُوا يَصُومُونَ عَاشُورَاءَ قَبْلَ أَنْ يُفْرَضَ رَمَضَانُ وَكَانَ يَوْمًا تُسْتَرُ فِيهِ الْكَعْبَةُ فَلَمَّا فَرَضَ اللَّهُ رَمَضَانَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ

Dari aisyah ra, ia berkata, “Mereka berpuasa pada hari Asyura sebelum diwajibkan puasa bulan Ramadlan. Hari itu adalah hari diselamatkannya Ka’bah. Ketika Allah mewajibkan puasa pada bulan Ramadlan rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mau berpuasa silakan, dan siapa yang mau meninggalkannya silakan” (al-Bukhari)

Ketika berada di Madinah itulah, orang-orang Yahudi bermacam-macam cara dalam menghadapi hari Asyura. Ada di antara mereka yang berpuasa pada hari itu, dan ada juga menjadikan hari Asyura sebagai hari raya. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى ، قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ .

Nabi saw datang di Madinah lalu beliau melihat kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura, maka beliau bertanya, “Ada apa ini? Para shahabat menjawab, “Ini adalah hari baik, sebab hari ini Allah menyelamatkan Bani Israel dari kejaran musuh-musuhnya, maka Nabi Musa berpuasa pada hari ini”. Nabi bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa daripada kalian, maka beliau pun berpuasa dan memerintahkan (para shahabat) untuk berpuasa (HR al-Bukhari)

Tetapi Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan bahwa kaum Yahudi menjadikan hari Asyura ini sebagai hari Raya.

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَعُدُّهُ الْيَهُودُ عِيدًا

Hari Asyura oleh kaum Yahudi dijadikan hari raya (al-Bukhari)

Pada hari raya itu, umumnya manusia mengisinya dengan bersenang-senang dan bergembira. Di dalam Islam, pada waktu hari raya diharamkan berpuasa. Karena itulah Rasulullah memilih untuk berpuasa agar berbeda sikap dengan kaum Yahudi, yang menjadikan hari itu sebagai hari raya.

Keutamaan Puasa Asyura

Rasulullah saw telah menyebutkan bahwa puasa pada hari Asyura ini bisa menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lalu. Sabda Rasulullah saw,

وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Dan puasa pada hari Asyura aku berharap kepada Allah untuk menghapus (dosa-dosa) setahun yang lampau (HR Muslim)

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa pada mulanya, dalam melaksanakan puasa Asyura ini Rasulullah hanya berpuasa pada tanggal 10 saja. Tetapi, ketika diberitahukan bahwa kaum Yahudi juga berpuasa pada hari itu, maka kemudian beliau berkeinginan menambah sehari sebelumnya. Namun belum sempat beliau berpuasa pada tanggal 9 dan sepuluh, beliau telah wafat. Meskipun demikian beliau telah memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa pada tanggal 9 dan sepuluh sebagaimana hadis;

صُومُوا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ

Berpuasalah pada tanggal 9 dan 10, dan berselisihlah dengan kaum yahudi (at-Tirmidzi)

Bulan Muharram: Karakteristik dan Keutamaan Bulan Sakral

http://tarbawi.files.wordpress.com/2010/12/muharram.jpg?w=150&h=112
Penetapan penanggalan hijriyah tidak pelas dari Umar Ibn al-Khattab ra sang perintis tahun hijriyah. Semua tahu, bahwa Hijriyah identik dengan kalender islam, dan Masehi identik dengan penanggalan barat (nasrani). Terlepasa dari identitas masing-masing, ternyata jumlah bulan yang ada tidak berbeda. Al-Qur’an sebagai kitab suci sacral menginformasikan bahwa jumlah bulan di sisi-Nya itu 12 bulan sejak diciptakan langit dan bumi.
Nabi Saw, manusia paling hebat, yang diyakini sebagai utusan-Nya, juga menyampaikan, bahwa bulan dalam islam itu ada 12. Selanjutnya, masing-masing bulan itu memiliki karakteristik (keutamaan). Oleha karena itu, tidak sedikit dari masyarakat Jawa, Arab, Indonesia pada umumnya meyakini bulan-bulan tertentu sebagai bulan istimewa dan membawa berkah (hoki). Dan, tidak sedikit juga bahwa bulan-bulan tertentu itu kurang bagus, alias tidak membawa hoki (keberuntungan).
Terkait dengan pernyataan tuhan, bahwa jumlah bulan itu dua belas, Allah Swt berfirman:’’
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ (سورة التوبة6): 36 )
Artinya:’’ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. (Q.S at-Taubat (9: 36).
Nabi Saw juga ikut serta menjelaskan perihal bulan-bulan tertentu, beliau Saw juga menilai, di antara dua belas bulan itu, terdapat bulan-bulan sacral (suci). Dan, bulan Muharram (al-Muharram) termasuk bulan istimewa. Seorang ulama’ besar yang bernama Ibnu Rajab al-Hambali menulis sebuah karya ilmiyah yang diberinya judul ‘’Latoifu a-Maarif’’. Beliau mengklasifikasikan bahwa fadilah dan keutamaan bulan ‘’al-Muharram” menjadi beberapa kelompok:
a)      Berpuasa dan Sholat Malam. Bulan Muharram adalah bulan suci (sacral). Nabi Saw menyebutnya dengan Sahrullah (Bulan Allah). Menurut beberapa literatur sejarah, pada bulan ini Nabi Saw mengawali sebuah pejalanan panjang (Hijrah), dari Makkah menuju Madinah. Peristiwa ini disebut dengan Hijrah, yang kemudian ditetapkan sebagai penanggalan islam oleh Umar Ibn al-Khattab. Pendapat ini masih menjadi polemik, karena ada sebuah teks yang menjelaskan bahwa Nabi Saw ber-hijrah pada bulan Rabiul Awwal. Terlepas dari polemik di atas, beribadah pada bulan ini, seperti; puasa sunnah, bersedekah, sangat besar pahalanya, hampir setara dengan puasa Romadhan. Di dalam sebuah hadis yang di riwayatkan Imam al-Hakim di dalam kitab ‘’al-Mustadrok’’-nya, Nabi Saw menuturkan:
عن أبي هريرة ، يرفعه إلى النبي صلى الله عليه وسلم أنه سئل : أي الصلاة أفضل بعد المكتوبة  ؟ وأي الصيام أفضل بعد شهر رمضان ؟ فقال : « أفضل الصلاة بعد المكتوبة الصلاة في جوف  الليل ، وأفضل الصيام بعد شهر رمضان شهر الله المحرم » « هذا حديث صحيح على شرط الشيخين ، ولم يخرجاه »
Artinya:’ Di riwayatkan dari Abu Hurairah r.a, di angkat dari Nabi, beliau Saw pernah ditanya:’’ sholat apakah yang paling utama setelah sholat lima waktu? dan puasa apakah yang paling utama setelah puasa bulan suci Ramadhan? Nabi Saw menjawab:’’ sebaik-baik sholat setelah sholat lima waktu ialah sholat ditenggah malam (tahajud), dan sebaik-baik puasa setelah bulan suci ramadhan ialah bulan muharram’’
Tidak berlebihan jika para ulama’ memberikan apresiasi luar biasa terhadap bulan Muharram, bahkan mereka berlomba-lomba meningkatkan kualitas ibadah, seperti puasa sunnah, sedekah, sholat malam. Dengan harapan, mereka benar-benar memperoleh berkah (kebaikan) yang sangat melimpah pada bulan ini. Kemulyaan bulan ini membuat Nabi Saw menggugah dirinya dengan menyebut ‘’ Sahru Allah’’  yang berarti bulan Allah. Di dalam literatur Arab, jika sebuah nama disandarkan pada nama Allah (al-Jalalah), yang demikian akan memiliki keistimewaan yang sangat luar biasa. Seperti, Rumah Allah (Baitullah) Tamu Allah (Wafudllah), bulan Allah (Sahrullah Muharram).
Secara umum, anjuran berpuasa dan sholat malam pada bulan Muharram bersifat umum. Berarti, keistimewaan bulan Muharram itu sejak awal bulan hingga ahir bulan. Jika uamat islam mau dan mampu memanfaatkan bulan ini dengan sebaik-baiknya, maka ia termasuk orang yang beruntung. Sebaliknya, jika tidak bisa memanfaatkan fadilah bulan Muharram dengan sebaik-baiknya, termasuk orang yang merugi. Al-Qur’an Q.S al-Ashr menjelaskan: Demi masa, sesungguhnya manusia itu tergolong orang sangat merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih, dan saling menasehati pada kebaikan dan kesabaran’’.[2] Sebab, belum tentu manusia itu bisa melewati bulan Muharam berikutnya, karena manusia tidak tahu kapan ajal menjemputnya.

  1. b. Puasa Asura’ dan al-Tasuah (sembilan). Asura’ berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘’hari ke-sepuluh’’ bulan Muharram. Para Nabi dan utusan-Nya, senantiasa membiasakan puasa pada tanggal 10-Assura’, seperti Nabi Nuh a.s, Musa a.s,. Nabi Saw pernah menuturkan:’’Hari al-Syura’ yaitu hari dimana para Nabi melakukan puasa, maka berpuasalah hari itu, dan juga kalian semua.[3] Nabi Saw ternyata telah membiasakan puasa Asura sejak di Makkah, hanya saja beliau tidak pernah memerintah atau mengajak pengikutnya berpuasa. Begitu juga penduduk Qurais di Makkah sebelum Islam. Ketika Nabi Hijrah Ke Madinah, Nabi mengajak pengikiutnya untuk berpuasa.  Sedangkan, ketika ada perintah kewajiban puasa Ramadhan, Nabi tidak lagi melakukan puasa al-Syura’.
Beliau mengatakan:’’ barang siapa yang ingin berpuasa, silahkan dan barang siapa yang ingin berhenti, silahkan[4]. Puasa pada hari al-Syura’ pahalanya sama deangan menghapus dosa-dosa setahun yang telah berlalu.[5] Pada hakekatnya, Nabi ber-azam (niat) berpuasa dua hari, yaitu hari kesepuluh (al-Syura’) dan kesembilan (al-Tasua). Akan tetapi, belum sempat melakukan, beliau sudah wafat. Menurut Imam al-Nawawi, Imam al-Syafii, Ahmad, Ishak, disunnahkan berpuasa pada tanggal Sembilan dan sepuluh, sebagaimana keterangan hadis di atas.[6] Pada tanggal sepuluh, berarti sunnah fi’liyah, dan pada tanggal Sembilan termasuk sunnah kauliyah (niat).
  1. c. Hikmah Sepuluh al-Syura’. Sepuluh al-Syura’ memiliki seribu satu kisah yang menarik, seperti diturunkanya Adam dari langit, serta taubatnya (kembalinya) Nabi Adam a.s.[7]Umar bin Abd.Aziz pernah memberikan wejangan kepada masyarakatnya agar senantiasa berdo’a kepada Allah SWT, seperti do’anya Nabi Adam (Q.S al-A’rof, 23), juga do’anya Nabi Nuh, (Q.S Hud, 48), do’a Nabi Musa (Q.S al-Qosos, 16), do’a Dzun al-Nuun (Q.S al-Anbiya’, 87).[8] Di dalam sebuah Riwayat, Nabi Adam a.s ketika diturunkan dari surga, menangis dan bertaubat sekitar 300 tahun lamanya. Konon, tangisan itu mampu menembus lagit, sehingga malaikatpun turut menangis. Air mata Adam mampu menjadikan bumi subur, dan tumbuh-lah rerumputan dan tumbuh-tumbuhan lainnya.[9]
Di belahan dunia islam, khususnya Indonesia. Masyarakat muslim, serta lembaga pendidikan islam menyambut satu muharram dengan beragam kegiatan, seperti: jalan sehat, lomba tartil al-Qur’an, Dzikir bersama (berjama’ah), renungan tahun baru. Tradisi ini merupkan sunnah hasanah (cara yang bagus). Sehingga, pada tahun-tahun berikutnya, cara yang demikian dapat di lestarikan dan menjadi amal sholih bagi para perintisnya.
Di sisi lain, merayakan 1 Muharram dengan beragam kegiatan positif diharapkan menjadi budaya tandingan bagi mereka yang merayakan tahun baru masehi dengan hedonis dengan menghabur-hamburkan materi (mubaddir). Alangkah baiknya, jika malam tahun baru hijiriyah digunakan do’a bersama untuk memohon kepada-Nya, agar bangsa Indonesia diberikan kekuatan, kesabaran di dalam menghadapi ujian-ujian yang bertubi-tubi. Dan, malam 1 Muharram juga  menjadi kesempatan untuk ikut serta memberikan sebagian dari rejeki untuk saudara-saudara sebangsa dan setanah Air yang sedang tertimpa musibah dan bencana.
Trik Nabi Menghindari Maksiat
Abdul Adzim
Nabi besar yang berahlaq mulia tidak hanya pandai memanage perutnya dengan banyak berpuasa. Beliau juga mampu mengatur mripate (kedua matanya) dari pandangan maksiat. Sesekali Nabi mengigatkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga mata dengan cara Ghodul Bashar. Dengan kata lain, kita dituntut mampu mengendalikan mata dari pandangan-pandangan (maksiat) yang bisa menganggu kejernihan hati dan jiwa serta kecerdasan intelekktual (fikiran). Ghodul Bashar (menjaga pandangan), ini berlaku untuk kaum lelaki dan wanita, bukan hanya bagi kaum lelaki, berdasarkan keterangan bahwa Nabi pernah kedatangan seorang sahabat yang bernama Umi Maktum yang buta. Ketika Umi Maktum hendak memasuki daleme (rumah) Kanjeng Nabi, siti Aisah minta izin kepada baginda Nabi untuk menemuinya. Ternyata pada waktu itu Nabi tidak mengizinkanya, dengan alasan; walaupun Umi Maktum seorang yang buta tetapi Siti Aisah tetap bisa melihatnya.
Berangkat dari kisah diatas, larangan Ghodul Bashar tidak hanya dikhusukan kepada untuk kaum lelaki. Hendaknya kaum wanita juga melakukan Ghodul Bashar, dengan cara merundukan kepala ketika sedang berjalan agar tidak banyak bertatapan dengan kaum pria. Memakai Hijab atau cadar adalah salah satu cara menghindari fitnah dan diminimalisir maksiat mata kaum pria. Ini, bisa dilakukan oleh kaum pemuda dan remaja putri, karena dorongan nafsu yang masih kuat. Namun, fenomena yang berkembang di belahan negara yang berpenduduk muslim, kebanyakan tidak mengunakan cadar, Hijab, atau kerudung jilbab. Kondisi seperti ini membuat kita semakin sulit untuk menghindarinya. Baginda Nabi seolah-olah sudah bisa menangkap sinyal, bahwa umatnya dikemudian hari akan hidup ditenggah-tenggah budaya sekuler dan terbuka. Oleh karena itu, beliau memberikan trik khusus untuk menghindari maksiat mata, berdasarkan keterangan hadisnya yang berbunyi”
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج . فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج . ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء )رواه البخاري رقم 4778 )
Wahai para pemuda..! barang siapa diantara kalian sudah (Mampu) memasuki waktu menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya menikah itu mampu menghindari maksiat mata, dan menjaga dari maksiat kemaluan.
Beberapa Trik Nabi yang ditawarkan, merupakan cara untuk meminimalisir maksiat serta demi kemaslahatan pengikutnya;
  • Pertama Ghodul Bashar atau merundukan kepala; cara ini diakui oleh baginda Nabi sangat berat, bukan berarti tidak mampu kita lakukan. Akan tetapi diperlukan perjuanagan serta latihan dengan inten agar mata tidak terbiasa tolah toleh atau atau melotot melihat wanita dijalan.
  • Kedua: cara yang kedua dengan berpuasa (manajemen perut). Puasa juga menjadi solusi terbaik didalam mengurangi dorongan nafsu biologis. Dengan demikian, matapun tidak blagaran (jelalatan) seperti biasanya. Kendati demikian, kemaksiatan mata sangat sulit untuk dikendalikan, kecuali senantiasa mengingat Allah swt.
  • Ketiga; Menikah, cara ketiga ini sangat mujarab serta penting untuk dilakukan agar manusia tidak terus menerus melakukan pelangaran Mata. dengan menikah nafsu bilogis bisa tersalurkan dengan halal, matapun juga terkurangi maksiatnya. Hanya haja tidak semua orang bisa melakukanya dengan baik. Karena kondisi dan situasi lingkungan tidak mendukung sehingga aktifitas maksiat mata masih belum maksimal untuk menghindarinya.
Trik Aman Menghindari Maksiat.
Tidak semua orang yang bersuami atau beristri mampu meredam gelora nafsunya dengan baik sesuai dengan tuntunan Agama. Potensi maksiat mata ternyata tidak kenal waktu, tempat dan usia. Menikah, Ghodul Bashar serta berpuasa kadangkala belum mampu meredamnya. Hanya saja, tensi maksiatnya berkurang. Untuk menyelamatkan umatnya, kanjeng Nabi memberikan cara lain, dengan tujuan agar umatnya selamat dunia dan akhirat serta bahagia didalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Cara ini sangat efektif, sebagaimana hadisnya yang berbunyi ”
Dari Jabir, sesungguhnya Nabi saw pernah melihat wanita, lalu beliau masuk ke tempat Zainab, lalu beliau tumpahkan hasrat dan keinginan beliau kepadanya, lalu keluar dan bersabda, “Wanita, kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa setan….Bila seseorang di antara kamu melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia datangi istrinya, karena pada diri istrinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu.” (HR Tirmidzi).
Kandungan hadis ini mengisaratkan, bahwa memandang wanita bisa menimbulkan fitnah, lebih-lebih yang dipandang berparas ayu serta berpenampilan mengoda. Kondisi bangsa Indonesia, serta pola hidup dan budaya serta busana sangat mendukung untuk bermaksiat, belum lagi faktor lainya. Nabi menyarankan kepada kaum lelaki atau wanita untuk tidak berpaling dari pasanganya. Manakala seorang istri atau suami melihat lawan jenisnya, kemudian nafsu biologisnya muncul, hendaknya mendatangi istrinya, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, seseorang akan selamat, dan tidak jatuh pada propaganda nafsunya serta nyayian syetan.
Maraknya perselingkugan fisik, banyak faktor, salah satunya dikarenakan ketidak puasan seseorang dengan pasangannya. Disisi lain, faktor nafsu yang tidak terkendali serta mata yang tidak terjaga (tatapan genit) serta kondisi yang sangat jauh dari nilai-nilai luhur islam. Sedangkan perselingkuhan hati diakibatkan karena tidak mampu menerima kenyataan, sehingga kecenderungan bermain-main dengan pasangan orang lain muncul. Ada kalanya yang menoba-coba. Pada hakekatnya; semua di picu oleh dangkalnya pengetahuan Agama serta lemahnya keimanan dan ketaqwaan seseorang.
Amal Penghapus Dosa.
Kemaksiatan yang dilakuan manusia menjadikan Allah tidak ridho, atau menajadikan manusia semakin jauh dari rahmat-Nya. Apalagi jarang menjalankan perintah-Nya; seperti sholat puasa, sedekah, bahkan mengingat-Nya juga jarang dilakukan, apalagi beramal sholeh. Dengan demikian, manusia nyaris dalam jurang kehancuran karena kemaksiatan, akan tetapi jika manusia senantiasa mengingatnya kemabli, kemudian rajin beribadah; baik mahdoh atau nawafil, maka Allah juga mengingat kita.
Amal sholeh baik yang mahdhoh atau sunnah akan menjadi penghapus dosa, kecuali dosa-dosa besar. Allah berfirman QS.Huud 114.
ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ÇnûtsÛ Í‘$pk¨]9$# $Zÿs9ãur z`ÏiB È@øŠ©9$# 4 ¨bÎ) ÏM»uZ|¡ptø:$# tû÷ùÏdõムÏN$t«ÍhŠ¡¡9$# 4 y7ÏsŒ 3tø.ÏŒ šúï̍ϩ%#Ï9 ÇÊÊÍÈ
Artinya ” Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
Imam Al Hafid Ibnu Katsir menerangkan didalam tafsirnya’ suatu saat datang seorang laki-laki kepada Baginda Nabi, ia menyampaikan perihal dirinya yang tegila-gila dengan seorang wanita, ia telah melakukan pelangaran-pelangaran, yang tidak dilakukanya adalah berzina. Laporan ini menjadi Asbabun Nujulnya surat Huud ayat 114. Bahkan dzikir, istigfar juga menjadi penghapus, karena semuanya dikategorikan amal baik. Nabi mencontohkan dengan ’’ لاإله إلا الله adalah sebaik-baik dzikir. Dalam suatu keterangan telah ditegaskan; suatu ketika ada seorang laki-laki yang datang kepada baginda Nabi, ketika sedang mengoda wanita tersebut tiba-tiba ingat kepada-Nya, seketika itu ia meningalkan wanita itu. Karena merasa getun dan menyesal, maka orang itu menanyakan kepada Nabi. akhirnya Allah menjawabnya.
Berbeda dengan seseorang yang melakukan kemaksiatan atau pacaran dengan disengaja, atau direncanakan. Konteks cerita diatas dilatar belakangi dengan kitidak sengajaan atau ada unsur perencanaan. Sedangkan fenomena yang berkembang sekarang, terkesan direncankan dan disengaja, sedangkan prakteknya diulang-ulang. Yang diharapkan ayat diatas tidaklah demikian, karena kebanykan dari umatnya melakukan akrena terencana dengan rapi, serta disengaja.
Ayat diatas didukung oleh hadis Nabi dengan redaksi yang berbeda-beda, tetapi maksud dan tujuanya adalah sama; yaitu kebaikan yang telah dilakukan akan menghapus kesalahan dan dosa.
عن أبي ذر ان النبي صلى الله عليه وسلم قال له : اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن (رواه أحمد رقم 21392 )
Di riwayatkan dari Abi Darr, sesungguhnya Nabi SAW berpesan kepadanya:” bertaaqwalah engkau kepada Allah dimana saja berada, dan ikutilah kejelekan itu dengan amal kebaikan, amal baik itu bisa menghapusnya, berbudi pekertilah didepan manusia denga budi pekerti yang indah (HR. Ahmad)
Semua bentuk amal sholeh mampu menghapus dosa, baik bersifat wajib, sunnah. Semakin banyak beramal sholeh, semakin banyak pula dosa yang terhapus, semakin sedikit amal baik, potensi dosa semakin tinggi. Begitulah, keagungan Allah swt, serta harapan Nabi terhadap pengikutnya; selamat didunia dan akhirat.
Dosa yang Tidak Terhapus.
Nabi telah memberikan triknya bagaimana menghindari Maksiat, serta cara menghapusnya, kendati demikian tidak semua dosa atau maksiat bisa terhapus dengan kebaikan. Yang dimaksutkan oleh baginda Nabi, serta kandungan tafsir diatas adalah dosa-dosa kecil, yang disebut dengan (al-Soghoir). Sedangkan dosa-dosa besar (al-Kabair), tidak bisa hilang dengan amal kebaikan, akan tetapi bisa terhapus dengan Taubatan Nasukha. Begitulah, semua dosa kecil atau besar tetap akan mendapatkan ampunan dari Allah swt. Hanya saja, dosa-dosa besar seperti Syirik, durhaka kepada kedua orang tua, berzina, membunuh termasuk dosa yang memerlukan taubat sungguh-sungguh,serta merasa kecewa dan tidak mengulangi lagi.
Sedangkan dosa kecil, seperti ngrasani, mengintip, melihat wanita, serta dan lain sebagainya dapat terhapus dengan kebaikan. Bahkan Nabi menjelaskan didalam hadisnya” sesungguhnya Allah membuka pintu maaf dimalam hari bagi orang yang melakukan dosa disinag hari, serta membuka pintu maag disiang hari bagi orang yang melakukan dosa di malam hari” dalam keterangan lain, Allah juga menjelaskan bahwa pengampunan Allah itu lebih besar dari dosa-dosa anak adam. Selama mereka mau bertaubat kepada-Nya, maka Allah akan mengampuni, tidak perduli dosanya memenuhi langit dan bumi. Nabi juga menjelaskan bahwa Allah sangat menyukai orang-orang yang mau bertaubat serta mengakui kesalahan “Setiap anak adam adalah tempat salah dan lupa, sebaik-baik mereka adalah mereka yang kemabli(bertaubat) mengakui kesalahan”. Didalam kitab al-Tawwabin diceritakan tengtang orang-orang yang bertaubat mulai dari malaikat, nabi dan utusan sampai para sahabat dan para ulama’. Ini sebuah gambaran bahwa Allah SWT benar-benar mahasa sempurna, sesuai dengan namanya’’al-Goffar, al-Rahman, al-Rahim,”. Wallau a’lam
. Yang dimaksud Ghodul Basar yaitu : menundukan kepaka dengan tujuan matanya tidak melihat wanita dijalanan serta menghindarkan diri dari labete fitnah seorang wanita. Ini diungkapkan dialam kitab Shohih bukhori.
. Ibnu Kasir 2/606
. Al Saibani, Imam Ahmad bin Hambal,Musnad Imam Ahmad 5/153- Muassasah Qurtubah-Al Qohirah.

Imam Bukhori Ketika di Makkah

Posted on by qosdie
http://tarbawi.files.wordpress.com/2011/11/baitullah.jpg?w=259&h=194Imam Bukhori satu di antara sekian banyak ulama’ hadis terkemuka yang tiada tandinnya. Kelebihanya ialah, beliau sangat hati-hati dan selektif di dalam memilih seorang guru, serta tempat belajar. Wajar, jika kemudian ilmu dan hasil karya beliau benar-benar bermutu, sehingga mampu menembus ruang dan waktu. Ada yang menarik dari kisahnya Imam Bukhori terkait dengan al-Haramain(Makkah dan Madinah) sebagai tempat istimewa (penuh dengan berkah).
Ketika Bukhori berusia 16 tahun, beliau sudah memiliki tujuan hidup yang jelas, dengan cita-cita yang mulia. Beliau belajar dari ulama-ulama lintas Negara, demi mendapatkan sebuah hadis. Kendati demikian, beliau sangat hati-hati dan selektif di dalam menentukan hadis yang diterimanya. Kehati-hatianya itu benar-benar dibuktikan. Ketika beliau mendapatkan sebuah hadis (ilmu), beliau mentelaah (mempejari) semalam sama 20 kali. Beliau mengatakan:’’ Saya menulis hadis dari 1080 orang ulama’’. Aku tidak akan menulis hadis dari seseorang kecuali dari orang yang mengatakan bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan.
Lebih lanjut lagi Bukhori mengatakan:’’ aku hanya memasukkan hadis shahih ke dalam kitab ini ( Jami’ al-Shohih). Dan aku meninggalkan beberapa hadis shohih, agar kitab ini tidak terlalu panjang. Dan aku memilih-milih hadis yang ada di dalam kitab ini dari 600.000 hadis. Aku menyusunnya selama 16 tahun. Aku akan menjadikan hujjah antara antara aku dengan Allah Swt’’ .
Bukhori lantas melanjutkan lagi pernyataanya:’’ Dulu saya kumpulkan hadis ini dari beberapa tempat (Hijaz, Irak, Syam, Mesir)’’.Dari sekian banyak tempat yang disebutkan, ternyata Imam Bukhori mengahirinya di Makkah sebagai tempat suci yang dianggap memberikan kekuatan tersendiri di dalam penulisan dan penyeleksiaan hadis yang diterimanya. Pilihan beliau terhadap Makkah bukan sekedar pilihan, tetapi karena Makkah al-Mukarramah sebuah tempat yang memiliki karaksteristik menarik nan memiliki kekuatan sebagai pusat kosmis yang ada di muka bumi ini. Pilihan Allah Swt terhadap kota Makkah sebagai kelahiran Nabi Saw serta turunnya al-Qur’an, mata air Zam-zam, serta dibangunya baitullah menjadi bukti nyata atas ke-istimewaan Makkah al-Mukarramah.
Sesampai di Makkah, Imam Bukhori memulai menyeleksi hadis-hadis yang ada. Beliau mengatakan:’’ aku menulis hadis-hadis shohih yang aku pilih di baitullah yang suci’’.[1] Dan setiap kali aku meletakkan hadis dalam kitab ini, terlebih dahulu aku mandi, ber-isthiharah kepada Allah Swt, sholat dua rakaat sehingga aku merasa yakin. Aku benar-benar hafal kitab ini, dan tidak ada sedikit-pun isinya yang luput dari pengamatanku’’. Ketika itu usia beliau sudah 32 tahun, sehingga kitab ini benar-benar dikuasainya dengan sempurna.

Keutamaan Bulan Muharram

Hari ini adalah hari pertama di Bulan Muharram 1431 H. Bulan muharam adalah bulan pertama dalam kalender Hijriah. Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan haram (suci), sebagai mana yang difirmankan oleh Allah:
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”. (At-Taubah: 36).
Semua ahli tafsir sepakat bahwa empat bulan yang tersebut dalam ayat di atas adalah Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab.
Ketika haji wada’ Rasulallah bersabda:
Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda: “Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”. (HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
Dalam hadist di atas Nabi SAW hanya menyebut nama empat bulan, dan ini bukan berarti selain dari nama bulan yang disebut di atas tidak suci, karena bulan Ramadhan tidak disebutkan dalam hadist diatas. Dan kita semua tahu bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesucian, ada Lailatul Qadar, juga dinamakan dengan bulan rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka.
Ibnu Rajab al-Hambali ( 736 – 795 H ) mengatakan, Muharam disebut dengan syahrullah (bulan Allah) karena memiliki dua hikmah. Pertama, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam. Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah SWT dalam mensucikankan bulan Muharam.
Bulan Muharram mempunyai karakteristik tersendiri, dan diantara karakteristik bulan Muharram adalah:
Pertama: Semangat Hijrah
Setiap memasuki tahun baru Islam, kita hendaknya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik. Kita seharus merenung kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah.
Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama ‘Tahun Muhammad’ atau ‘Tahun Umar’. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).
Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang
dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura) Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka.
Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya ia berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar sangatlah mudah
baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaanIslam itu.
Ia malah menjadikan penanggalan itu sebagai zaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam. Selain Umar, orang yang
berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Beliaulah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).
Dalam sejarah hijrah nabi dari Makkah ke madinah terlihat jalinan ukhuwah kaum Ansor dan Muhajirin yang melahirkan integrasi umat Islam yang sangat kokoh. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani. Bisa dimengerti, jika umat Islam dewasa ini tidak disegani musuh-musuhnya, menjadi umat yang tertindas, serta menjadi bahan permainan umat lain, antara lain akibat jalinan ukhuwah Islamiyah yang tidak seerat kaum Mujahirin-Anshar.
Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah perlu dikaji ulang dan diamalkan oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari demi hari hingga tahun demi tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan keadaan yang lebih baik. Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap Muslim dituntut untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Hadis Rasulullah yang sangat populer menyatakan, ”Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, adalah orang yang beruntung”.
Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin, adalah orang celaka.” Oleh karena itu, sesuai dengan firman Allah:
”Hendaklah setiap diri memperhatikan (melakukan introspeksi) tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk menghadapi hari esok (alam akhirat) dan bertakwalah, sesungguhnya Allah maha tahu dengan apa yang kamu perbuatkan”. (QS. Al-Hasyar: 18).
Karakteristik Kedua: Di sunnahkan berpuasa
Pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari ‘asyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa AS.
Dari Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa.
Rasulullah SAW bertanya, “Hari apa ini?
Mengapa kalian berpuasa?” Mereka menjawab, “Ini hari yang agung, hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa. “Rasulullah SAW bersabda, “Kamiorang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian.” (HR. Abu Daud).
Puasa Muharram merupakan puasa yang paling utama setelah puasa ramadhan.
Rasululllah SAW bersabda:
Dari Abu Hurairah RA, Rasululllah SAW bersabda: “Sebaik-baik puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa dibulan muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, dan Nasa’ ).
Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah ‘asyuura.
Aisyah RA pernah ditanya tentang puasa ‘asyuura, ia menjawab, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam.” (HR Muslim).
Dalam hadits lain Nabi juga menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘asyura (10 Muharram) bisa menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lewat.
Dari Abu Qatadah RA, Rasululllah SAW ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: ”Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat” (HR. Muslim).
Disamping itu disunnahkan untuk berpuasa sehari sebelum ‘Asyura yaitu puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram, sebagaimana sabda Nabi SAW yang termasuk dalam golongan sunnah hammiyah (sunnah yang berupa keinginan/cita2 Nabi tetapi beliau sendiri belum sempat melakukannya):
Ibnu Abbas RA menyebutkan, Rasulullah SAW melakukan puasa ‘asyuura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata,
“Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam.” Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah
wafat. (HR Muslim, Abu Daud).
Berdasar pada hadis ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharam. Sebagian ulama mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari: 9, 10, 11 Muharam.
Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Puasalah pada hari ‘asyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum ‘asyuura dan sehari sesudahnya.” (HR Ahmad).
Ibnu Sirrin berkata: melaksanakan hal ini dengan alasan kehati-hatian. Karena, boleh jadi manusia salah dalam menetapkan masuknya satu Muharam. Boleh jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun sebenarnya sudah tanggal sepuluh. (Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab VI/406) .
Mudah-mudahan dengan masuknya awal tahun baru hijriyah ini, kita bisa merancang hidup kita kedepan agar lebih baik dan bermanfaat bagi umat manusia, yakni mengubah perilaku buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
(disadur dan diolah dari pesantrenvirtual.com)
Sep 182010
bismillahirrahmanirrahim
Pagi itu Rasulullah SAW nampak sibuk memperhatikan bajunya dengan cermat, baju yang tinggal satu-satunya itu ternyata sudah usang. Dengan rizki uang delapan dirham, beliau segera menuju pasar untuk membeli baju.
Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan seorang wanita yang sedang menangis. Ternyata ia kehilangan uangnya. Dengan kemurahan hati, beliau memberikan 2 dirham untuknya. Tidak hanya itu, beliau juga berhenti sejenak untuk menenangkan wanita itu.
Setelah itu, Rasulullah SAW lalu melangkah ke pasar. Beliau langsung mencari barang yang diperlukannya. Dibelinya sepasang baju dengan harga 4 dirham lalu bergegas pulang. Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan seorang tua yang telanjang. Dengan iba, orang itu memohon sepotong baju yang baru dibelinya. Karena tidak tahan melihatnya, beliau langsung memberikan baju itu. Maka kembalilah beliau ke pasar untuk membeli baju lagi dengan uang tersisa 2 dirham, tentu saja kualitasnya lebih kasar dan jelek dari sebelumnya.
Ketika hendak pulang lagi, Rasulullah SAW kembali bertemu dengan wanita yang menangis tadi. Wanita itu nampak bingung dan gelisah. Ia takut pulang karena khawatir dimarahi majikannya akibat sudah terlambat. Dengan kemuliaan hati beliau, Rasul langsung menyatakan kesanggupan untuk mengantarkannya.
”Assalamu’alaikum warahmatullah”, sapa Rasulullah SAW ketika sampai rumah majikan wanita itu. Mereka yang di dalam semuanya terdiam, padahal mendengarnya. Ketika tak terdengar jawaban, Rasulullah SAW memberi salam lagi dengan keras. Tetap tak terdengar jawaban. Rasul pun mengulang untuk yang ketiga kalinya dengan suara lantang, barulah mereka menjawab dengan serentak.
Rupanya hati mereka diliputi kebahagiaan dengan kedatangan Nabi. Mereka menganggap salam Rasulullah SAW sebagai berkah dan ingin terus mendengarnya. Rasulullah SAW lalu berkata,”Pembantumu ini terlambat dan tidak berani pulang sendirian. Sekiranya dia harus menerima hukuman, akulah yang akan menerimanya”. Mendengar ucapan itu, mereka kagum akan akan budi pekerti beliau. Mereka akhirnya menjawab, “Kami telah memaafkannya, dan bahkan membebaskannya.”
Budak itu bahagia tak terkira, tak terhingga rasa terima kasihnya kepada Rasul. Lalu ia bersyukur atas karunia Allah SWT atas kebebasannya. Rasulullah SAW pulang dengan hati gembira karena satu perbudakan telah terbebaskan dengan mengharap ridha Allah SWT. Beliau pun berujar,”Belum pernah kutemui berkah 8 dirham sebagaimana hari ini. Delapan dirham yang mampu menenteramkan seseorang dari ketakutan, memberi 2 orang yang membutuhkan serta memerdekakan seorang budak”.
Demikian kisah Rasulullah dengan 8 dirhamnya yang menjadi berkah. Meski hidup sederhana, beliau sangat murah hati dan banyak bersedekah. Suatu sikap mulia dan semoga kita bisa berusaha meneladaninya.
alhamdulillahirabbilalamin

Aku Hanyalah Bendahara

Dec 112010
bismillahirrahmanirrahim
SETELAH bertahun-tahun perjuangan dan penderitaan, misi suci Rasulullah SAW akhirnya meraih kejayaan di semenanjung Arab. Panji-panji Islam berkibar di wilayah-wilayah yang luas meliputi cakrawala Persia dan Syria. Harta yang berlimpah-ruah mengalir ke Madinah dari berbagai negeri-negeri persemakmuran Islam. Di antara putra-putri Rasulullah SAW, hanya Fatimah yang masih hidup saat itu.
Sang ayah sangat mencintai putri satu-satunya itu. Setiap kali Fatimah datang, Rasulullah selalu menerimanya dengan penuh kasih sayang. Demikian juga Fatimah, setiap kali datang ia selalu merebahkan dirinya dalam dekapan sang ayah. Jika ia datang, Rasulullah SAW sering mendudukkan Fatimah di samping beliau sembari menyeka peluh yang membasahi wajah putrinya dengan sapu tangannya atau meraba dahinya dan mengecek kesehatan sang putri.
Suatu hari Fatimah datang menemui Rasulullah SAW. Setelah saling menanyakan kabar dan kesehatan masing-masing, Fatimah berkata kepada sang ayah dengan nada mengeluh, “Ayah, terlalu banyak mulut yang harus disuapi di rumahku. Aku dan suamiku, tiga putra kami, empat keponakan, seorang pembantu, belum tamu-tamu yang datang silih berganti. Aku harus memasak sendirian untuk mereka semua. Aku merasa sangat letih dan kelelahan. Aku mendengar banyak tawanan wanita yang baru saja datang ke Madinah. Jika ayah bersedia memberiku salah satu dari mereka untuk membantuku, itu akan menjadi pertolongan yang sangat berharga bagiku.”
Rasulullah SAW menjawab permintaan putrinya itu dengan suara parau, “Sayangku, semua kekayaan dan tawanan perang yang engkau lihat adalah milik masyarakat muslim. Aku hanyalah bendahara, tugasku adalah mengumpulkan mereka dari berbagai wilayah dan membagi-bagikan mereka kepada orang-orang yang berhak. Dan engkau bukan termasuk yang memiliki hak, anakku, oleh karena itu aku tidak bisa memberimu sesuatu pun dari aset negara ini.
Kemudian beliau melanjutkan, “Dunia ini adalah tempat untuk beramal. Lakukan tugas-tugasmu dengan baik. Jika engkau merasa lelah, ingatlah Allah dan mintalah pertolongan kepada-Nya. Dia akan memberimu ketabahan dan kekuatan.”
ANCAMAN RAJA PERSIA
Suatu ketika Abdullah ibn Hudzafah pergi mengantarkan surat ajakan masuk Islam dari rasulullah kepada Kisra, raja Persia. Singkat cerita, Kisra yang marah setelah setelah membaca surat dari Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam ingin menangkap Abdullah ibn Hudzafah yang terlanjur pulang. Maka, Kisra menyuruh Badzan, wakilnya di Yaman, untuk mengutus dua orang kuat dari Hijaz untuk membawa kembali Abdullah bin Hudzafah.
Dua utusan itu pergi menghadap Rasulullah SAW dan memberikan surat badzan kepada beliau. Mereka berkata, “Maharaja Kisra menulis surat kepada raja kami, Badzan, untuk menjemput kembali orang yang datang kepadanya beberapa hari yang lalu. Kami datang untuk menjemputnya. Jika engkau mengizinkan, Kisra mengucapkan terima kasih kepadamu dan membatalkan niatnya untuk menyerangmu. Jika engkau enggan mengizinkannya, maka dia sebagaimana engkau ketahui, kekuatannya akan memusnahkanmu dan kaummu”.
Jelas ini adalah ancaman yang serius, namun Rasulullah SAW tersenyum dan berkata kepada utusan itu, “Sekarang pulanglah kalian berdua dan kembalilah lagi esok”.
Keesokan harinya, utusan itu kembali menemui Rasulullah SAW dan berkata, “Apakah engkau telah mempersiapkan apa yang akan kami
bawa menemui Kisra?”. Nabi berkata, “Kalian berdua tidak akan menemui Kisra setelah hari ini. Allah akan membunuhnya. Pada malam ini, bulan ini, anaknya, Syirawaih akan membunuhnya”.
Mereka menatap tajam wajah Rasulullah SAW. Mereka terlihat sangat geram dan berkata,”Kau sadar apa yang telah kau ucapkan? Kami akan mengadukanmu kepada Badzan”.
Rasulullah SAW menjawab, “Silahkan! Katakan kepadanya, ‘Agamaku akan sampai dan tersebar di kerajaan Kisra. Dan kamu, jika engkau masuk Islam, aku akan menjadikan raja bagi kaummu‘”.
Kedua utusan itu pergi dari hadapan Rasulullah SAW. Mereka langsung menemui Badzan dan menceritakan apa yang telah terjadi. Badzan berkata, “Jika benar apa yang kalian katakan, berarti dia benar adalah seorang nabi. Jika tidak, kita lihat apa yang akan terjadi”.
Tak lama terbuktilah kebenaran Rasulullah SAW. Syirawaih membunuh Kisra. Mendengar hal itu, Badzan pun masuk Islam, demikian juga orang-orang Furs dan Yaman.
……
Demikianlah karakter kepemimpinan Rasulullah SAW yang sangat tenang, teguh, berani, dan tegas dalam menghadapi ancaman lawan. Kisah ini hanyalah sedikit bukti dari keagungan karakter pemimpin yang beliau miliki.

KASIH SAYANG RASULULLAH
Suatu saat di bulan Ramadhan para sahabat duduk-duduk bersama Rasulullah SAW. Tiba-tiba seorang laki-laki datang dengan panik dan berkata, “Ya Rasulullah, celaka saya!”
Rasulullah bertanya, “Apa yang terjadi padamu?” Laki-laki itu menjawab, “Saya telah melakukan hubungan badan dengan istri, padahal saya sedang berpuasa Ramadhan.”
Lalu Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ada seorang hamba sahaya yang kamu merdekakan?” Dia menjawab, “Tidak.”
Rasulullah SAW bertanya lagi, ‘Mampukah kamu melakukan puasa selama dua bulan berturut-turut?” Kembali dia menjawab, “Tidak.”
Rasulullah SAW bertanya lagi, “Apakah kamu mampu memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” Lagi-lagi dia menjawab, “Tidak.”
Rasulullah SAW terdiam sejenak lalu pergi. Para sahabat dan laki-laki itu terdiam. Tak lama kemudian, Rasulullah SAW datang membawa sekeranjang kurma seraya bertanya, “Mana orang yang tadi bertanya itu?” Laki-laki itu menjawab, “Saya di sini.”
Rasulullah SAW berkata, “Ambillah kurma ini dan bersedekahlah dengannya.” Laki-laki itu bingung. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah sedekah ini harus saya berikan kepada orang yang lebih miskin daripada saya? Demi Allah, tidak ada satu keluarga pun di antara dua perkampungan ini yang lebih miskin daripada saya!”
Mendengar jawaban dengan kata-katanya ini, Rasulullah SAW tertawa hingga tampak gigi gerahamnya. Beliau tersenyum, lalu bersabda, “Jika demikian, berilah keluargamu makanan dengan kurma ini.
RASULULLAH DAN BATU KERIKIL
Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa ketika Rasulullah SAW mengimami shalat berjamaah, para sahabat menyadari bahwa setiap kali Rasulullah SAW berpindah gerakan sholat, terlihat tampak sangat kepayahan. Selain itu, setiap gerakan beliau diiringi suara yang aneh, seperti ada yang salah pada persendiannya.
Seusai sholat, sahabat Rasulullah SAW, Sayyidina Umar bin Khatthab bertanya, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau ya Rasulullah?”
“Tidak ya Umar. Alhamdulillah aku sehat dan segar”, jawab Rasulullah.
“Ya Rasulullah, mengapa setiap kali Baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekan? Kami yakin baginda sedang sakit”, desak Sayyidina Umar penuh cemas.
Akhirnya, Rasulullah pun mengangkat jubahnya. Para sahabatpun terkejut ketika melihat bahwa perut Rasulullah SAW yang kempis tengah dililit oleh sehelai kain yang berisi batu-batu kerikil. Batu-batu itu beliau ikatkan untuk menahan rasa laparnya. Itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh Rasulullah bergerak.
Para sahabat pun berkata, “Ya Rasulullah, adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya untuk tuan?”
Baginda Rasulullah pun menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi, apa jawabanku nanti dihadapan Allah, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sebagai hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti..”
Teramat agung pribadi Rasulullah SAW. Apakah kita akan sanggup mencintanya seperti ia mencintai kita?
JAMUAN SEORANG BUDAK
Tersebutlah seorang budak wanita miskin dari Afrika bernama Barirah RA. Suatu saat ia diberi makanan oleh salah seorang sahabat. Makanan tersebut sangat lezat. Seumur hidupnya, belum pernah ia mendapatkan makanan selezat itu. Namun, karena kecintaannya pada Rasulullah SAW yang sangat besar, ia tidak mau makan sebelum Rasulullah SAW mencicipinya terlebih dulu. Ia pun bertekad akan menjamu Rasulullah SAW.
Barirah yang sangat miskin ini lalu mengundang Rasulullah SAW untuk datang ke rumahnya. Rasulullah SAW menyambut baik undangan tersebut dan datang ke rumah Barirah bersama para sahabat untuk menyenangkannya. Ketika para sahabat melihat makanan lezat yang disajikan Barirah, mereka sadar bahwa makanan tersebut sangat mahal, tidak mungkin Barirah sanggup membelinya sendiri. Pastilah Barirah mendapatkannya sebagai shadaqah dari seseorang.
Para sahabat pun berkata pada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, kemungkinan ini adalah makanan zakat atau shadaqah, sedangkan engkau tidak boleh memakan zakat dan shadaqah. Jadi engkau tidak dapat memakannya, ya Rasulullah.”
Barirah yang mendengar kata-kata sahabat tersebut menjadi hancur hatinya. Ia sadar, bahwa mereka benar. Rasulullah SAW tidak boleh memakan shadaqah dan zakat, dia benar-benar lupa. Hati Barirah menjadi kacau. Ia patah hati, tapi juga risau, takut, dan bingung karena sudah menyajikan makanan yang diharamkan kepada Rasulullah SAW.
Namun disinilah ciri manusia bijaksana yang paling indah budi pekertinya. Rasulullah SAW lalu berkata, “Makanan ini betul adalah shadaqah untuk Barirah, dan karenanya sudah menjadi milik Barirah. Lalu Barirah menghadiahkannya kepadaku. Maka aku boleh memakannya”. Kemudian Rasulullah SAW pun memakannya.
Demikianlah Rasulullah SAW yang tidak pernah mengecewakan para fakir miskin. Ia memakan makanan itu sebagai hadiah dari seorang budak miskin, dengan sepenuhnya yakin bahwa makanan itu telah menjadi milik Barirah. Akhirnya makanan itu menjadi halal baginya dan menjadi kebahagiaan luar biasa bagi Barirah.
Sungguh indah sekali jiwa beliau..
RASULULLAH SELALU TERSENYUM
asulullah SAW sangat terkenal dengan senyumannya. Banyak kesaksian dan kisah Rasulullah SAW yang diceritakan oleh para sahabat, diantaranya adalah:
  1. Rasulullah SAW menyatakan bahwa senyum adalah ibadah
  2. Rasulullah SAW selalu tersenyum pada istrinya
  3. Senyuman merupakan wujud tertawa Rasulullah SAW. Beliau tidak pernah tertawa terbahak-bahak
  4. Rasulullah SAW menggunakan senyuman ketika menegur seseorang
  5. Rasulullah SAW tetap tersenyum ketika menerima ancaman. Baca kisah “Ancaman Raja Persia
  6. Rasulullah SAW tersenyum ketika membebaskan tawanan orang kafir
  7. Walaupun Rasulullah SAW sering tersenyum ketika disakiti, namun jika hukum Allah dilanggar, wajahnya akan memerah karena marah
DETIK-DETIK AKHIR KEHIDUPAN RASULULLAH
Pagi itu, matahari mulai naik, namun burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya. Di suatu mimbar, Rasulullah SAW dengan suara terbata memberikan petuahnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Al Qur’an dan sunnah. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Utsman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah SAW masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah SAW sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Aku tidak tahu Ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dia kenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Ialah malaikat maut,” kata Rasulullah SAW.
Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, Rasulullah SAW bertanya kepadanya, mengapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” , tanya Rasululllah SAW dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata jibril. Tapi ternyata hal itu tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi. Rasulullah SAW berkata, “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”. “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan roh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah SAW bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini”, lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu, Jibril?” tanya Rasulullah SAW pada Malaikat penghantar wahyu itu. “Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah SAW memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku. (Peliharalah sholat dan santuni orang-orang lemah di antaramu)”.
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii” – “Umatku,umatku, umatku” Dan, pupuslah kembang hidup manusia yang mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wasalim ‘alaihi.

Tanpa kita sadari, berkat do’a Rasulullah SAW di atas, sampai kapanpun tidak akan ada seorang umat Rasulullah SAW pun yang mengalami sakaratul maut melainkan telah diringankan sakitnya karena doa beliau tersebut.
Sungguh… betapa cintanya Rasulullah kepada kita…